Friday, June 13, 2008

Arise O Ye Indonesian Educators!

Melihat dari kepentingan politik internasional, maka seharusnyalah pendidikan di Indonesia ditingkatkan beratus2 persen kali lipat. Apalagi melihat dari kepentingan sosial, budaya, masyarakat, dan kemanusiaan. Kenyataan bahwa banyak masyarakat di Indonesia yang tingkat ignorance-nya akan banyak hal2 penting sangat tinggi, pemerintah seharusnya berupaya lebih serius dalam meningkatkan pendidikan, baik informal, non-formal, maupun formal. Tingkat ignorance bangsa Indonesia sangatlah menggelisahkan, bahkan pada level kelompok elit. Misalnya kasus Newmont di Sulawesi Utara. Tidakkah pengambil keputusan menyadari resiko bagi masyarakat teluk Buyat, dan dampak tidak langsungnya bagi seluruh negara? Lihat juga tingkat pembabatan hutan di Kalimantan yang karenanya diperhitungkan dalam 50 tahun ke depan hutan tropis di Indonesia akan habis. Tidakkah para pengambil keputusan seharusnya sudah tahu masalah ini? Lihat juga utang negara yang sudah menembus 1000 triliun, sementara Indonesia tidak makin baik tetapi makin terpuruk, baik secara nasional maupun secara internasional. Bukankah Kwik Kian Gie telah berulangkali berteriak akan hal ini? Lihat juga peningkatan kriminalitas, termasuk kriminalitas anak2, di seluruh Indonesia, yang terpicu oleh krismon dan yang setelah 6 tahun pun masih bleum dapat ditanggulangi. Lihat juga peningkatan drop out sekolah anak2 usia di bawah 14 tahun dan peningkatan kerja anak2 usia di bawah 14 tahun di berbagai wilayah di Indonesia. Tidakkah hal ini menjadi concern nasional? Lihatlah tingkat pungli yang terjadi di semua level, bukankah ini menunjukkan problematika sosial yang sangat dalam? Lihatlah tingkah pola sebagian besar anggota dpr/mpr yang disebut GusDur seperti anak2 playgroup. Jika yang mewakili rakyat saja, yang dikatakan sebagai orang2 bijaksana itu, bertingkah seperti anak balita, bagaimanakah rakyat yang diwakilinya?

Di zaman penjajahan Belanda, ketika sekolah premium dan tidak banyak orang bisa bersekolah, banyak orang berikhtiar menjadi pandai demi menyelamatkan bangsa dari penjajahan. Usaha Kartini, Budi Oetomo, demi memajukan pendidikan di Indonesia supaya semua lapisan masyarakat mendapatkan pendidikan yang semestinya, adalah usaha mulia yang bertujuan pembangunan manusia sejati. Legacy mereka seakan lenyap ketika memasuki era kemerdekaan, dan apalagi setelah orba. Sekarang bukan hanya derajat pendidikan turun sampai level job security belaka, tetapi martabat pendidik juga berputar2 hanya pada level "tidak ada pekerjaan lain yang lebih baik." Tidak heran banyak pendidik yang akhirnya kerja double, triple, quadruple, selain demi meningkatkan pemasukan juga demi peningkatan martabat. Lebih lagi, banyak pula pendidik yang mengajar di sekolah hanya sebagai kerja sambilan untuk menambah uang saku. Ada lagi yang berpikir menjadi pendidik hanya untuk sebagai batu loncatan demi pekerjaan yang lebih bergengsi dan lebih banyak kompensasinya. Harus diakui bahwa ada sebagian pendidik yang tetap berhati mulia dan tetap bertekun dan setia terhadap profesi pendidik. Tetapi orang2 ini seringkali dilewati dan tetap tidak dihargai dengan semestinya, tidak juga menjadi inspirasi orang2 mengambil profesi pendidik. Semakin banyak pendidik yang tidak sungguh2 di dalam profesinya, semakin profesi ini direndahkan dan pendidik sendiri tidak dihormati semestinya. A vicious cycle that is.

Para pendidik perlu menyadari sesadar2nya bahwa profesi ini adalah profesi terhormat dan mulia. Institusi pendidikan harus juga menyadari dan memberikan penghargaan yang semestinya. Salah satu penghargaan yang baik adalah melalui peningkatan salary para pendidik pada level yang semestinya. Institusi pendidikan perlu lebih concern untuk sdm dibanding pembangunan fasilitas. Bukan berarti fasilitas tidak penting, tetapi jika fasilitas diletakkan pada posisi terpenting maka ini adalah kekeliruan orientasi dan kesalahan hirarki. Adalah menyedihkan jika salary pendidik kurang lebih sama dibanding dengan salary office boy.

Bila hanya pendidik yang menyadari dan mengambil tindakan yang baik, maka ada potensi ditekan dan dimanipulasi oleh pihak2 tertentu sehingga tingkat kesejahteraan pendidik tidak bakal meningkat. Hasilnya akan kembali kepada vicious cycle tadi. Dan bila hanya institusi pendidikan yang menyadari dan menjalankan fungsinya dengan baik, maka pendidik juga akan dicemooh dan profesi pendidik dianggap rendah, hasilnya juga kembali kepada vicious cycle itu tadi. Jadi dua belah pihak harus berjalan bersama2 di dalam usaha perbaikan pendidikan.

No comments: